Minggu, 17 Juni 2012

TUHANKU BANYAK DUSTA DI DUNIAMU


Tuhanku tuhan yang maha mendengar.
Benar salah itu urusanmu, halal-haram bukan urusan manusia,
jadi apa yang pantas kita urusi.
Soal siapa yang lebih benar dan siapa yang salah itu hanya masalah penilaian manusia
Soal siapa yang lebih hebat dalam dosa tidak usah kita bicarakan.
Manusia mencoba berprilaku seperti tuhan dengan banyak menilai dan menyalahkan
Padahal manusia Banyak berdusta dan berkhianat, jadi apakah keadilan manusia itu benar.
Soal siapa yang salah dan benar kita buktikan di dunia saja, kita buktikan di pengadilan manusia .
Kita cari kedailan di pengadilan.. sebab jika ke pengadilan tentunya kita mencari keadilan versi manusia.
karena jika kita menunggu sampai ke pengadilan yang hakiki (pengadilan tuhan) saya yakin aku, dia mereka takkan selamat
biarkanlah mereka yang jahat dan mereka yang benar saling menjatuhkan hingga tidak ada lagi benar dan jahat.. semua menjadi munafik,picik dan khianat
dan hal yang paling lucu adalah kita merasa benar, kita merasa suci dan membiarkan diri merayakan persembahan itu.
Tuhanku tuhan semesta alam, di dunia yang kau ciptakan ini sungguh banyak orang yang jahat, aku muak dengan semua ini, aku muak dengan apa yang terjadi,
Tuhan jika kau hanya menciptakan aku hanya sebagai penyaksi, maka jadikanlah aku seoang penyaksi yang sabar, penyaksi yang akan hanya diam melihat dunia yang kau buat ini penuh dengan kebohongan dan kepicikan.
Dan tuhan, jika hadirku kau kehendaki lain maka berilah aku jalan, berilah aku cahaya maha cahaya (nurun ala nur) yang dapat menyinari gelapnya hati manusia.
Tuhan, aku  tahu diriku bukanlah seorang nabi, diriku bukan pula seorang sufi tapi aku mencoba memaknaimu dengan pikiranku yang kau berikan ini, aku mencoba memaknai keadilan dengan memahami Al-quran dan Al-Haditsmu.
Hingga mereka menilai aku bodoh, aku tolol dan aku kurang logika, itu adalah anugrah bagiiku, kan kucintai segala kekuranganku menurut manusia dengan belajar dan belajar.
Tuhan aku muak dengan segala kebohongan ini, aku capek dan lelah menhadapi semua ini, tuhan aku tahu saat mereka borbohong, bahkan aku tahu mereka berbohong dari tulisan mereka, intonasi suara mereka dan alasan mereka.
Kutahu takdirku tuhan takdir yang masih abu-abu, takdir yang masih belum jelas ini, karena kuhanya berjalan mencari keberkahanmu, dan berharap anugerahmu dalam iktiarku,
Tuhan terlalu sakit hati ini, terlalu perih luka ini melihat segala dusta dan kebohongan ini. Inginku berucap tapi taksanggup, inginku bertindak tapi tak mampu, segala kekuatan itu telah meninggalkan diriku,
Tuhan hanya kau yang tahu batasku kapan aku harus berhenti dan kapan aku harus menangis karena gagal, tuhan hanya kau yang peling mengerti aku, tempatku berkeluh kesah dan memohon semua ini, tuhan hanya kau yang tahu batasku maka jika batasku sekecil hanya sekecil partikel atom, maka jadikanlah aku partikel kecil itu sebagai kebutuhan bagi setiap umat. Berikan aku alasan tuhan untuk maju dan terus menhargai hidup dengan berbuat baik dan mendekatkan diri ini kepadamu, biarkan sikap ini sebagai sikap yang sesuai kehendakmu agar aku bisa menjadi sebaik-baiknya mahlukmu.
Tuhan hanya satu pintaku berilah aku peluang, berilah aku cara untuk menemukan hasil, berilah aku keberuntungan dan keberanian untuk semua ini, karena kusadar dengan segala kemungkinan duniaku yang sekarang adalah dunia penuh kebusukan, bahkan dia yang kucinta pun telah memelihara dusta, apapun itu tuhan saya hanyalah hambamu yang belajar memaknai keadilan, belajar menegakkan keadilan di duniamu yang banyak tidak adilnya, tuhan berkahi aku dengan ilmu dan pemahaman terhadap ilmu karena itulah yang paling tinggi.

Kutulis cerita ini disalah satu sudut kota Jakarta, saat aku merasakan pahitnya kebohongan dan tidak adilnya manusia menegakkan hukum yang sebenarnya telah ada dalam hati mereka yang dustai. Saat aku merasa di kianati oleh orang yang saya percayai, saat dusta menjadi pilihannya dan menyingkirkan cinta dan kasih ini.

Oleh Ulhaq Andyaksa,S.H
Ditulis di Jakarta 18 juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar