Minggu, 24 April 2011

GOOD GOVERNANCE DAN PENEGAKAN HAN DI INDONESIA DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA SEMARANG

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Pelayanan publik dibidang kesehatan merupakan fungsi pemerintah dalam menjalankan dan menberikan hak dasar yang dipahami seluruh komponen masyarakat sebagai hak untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan, dalam perannya pemerintah selaku penyedia layanan public harus secara professional dalam menjalankan aktivitas pelayanannya tidak hanya menjalankan begitu saja tetapi dituntut harus berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan pemerintah. Akses terhadap hak-hak dasar rakyat seperti ini harus terakomodasi dalam pembangunan. Tanpa pemenuhan kebutuhan dasar, sulit mengharapkan adanya partisipasi yang berdasarkan pada kemerdekaan dan kesetaraan menurut Pasal 1 UU No.25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public dalam hal ini pemerintah dalam menjalangkan pelayanan harus berdasarkan perundang undangan dan mekanisme good governance dan harus siap menerima konsekuen dari apa yang telah diselenggarakan melalui penegakan hokum administrasi.
  1. Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini, kami mencoba merumuskan batasan masalah, agar masalah yang akan dibahas dapat terarah. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa masalah yang diidentifikasi sebagai berikut :
  1. Bagaimana pelaksanaan Fungsi Good Governance dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik di kota Semarang
a. Pelayanan kesehatan gratis bagi warga semarang
b. Jamkesmas
c. jamkesda
  1. Upaya apa yang harus ditempuh dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik
  2. Penegakan hukum administrasi negara terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan pelayanan kesehatan
C. Metode Penelitian
Pada makalah ini dalam tujuan menperdalam dan merumuskan batasan masalah kelompok kami menggunakan dua data penelitian dalam melengkapi dan mencoba menggali masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
  1. Data primer yaitu data yang kami peroleh dalam hubunganya mendukung dan mendapatkan informasi aktual dalam pelayanan kesehatan seperti wawancara langsung dengan rekaman visual, observasi lapangan di puskesmas dan kontak langsung dengan pihak-pihak yang kompeten dalam pelayanan kesehatan dikota semarang.
  2. Data sekunder yaitu data yang kami gunakan dalam rangka mendukung dan menperoleh data terkait makalah ini seperti referensi buku dan webside yang terkait dan mendukung sebagai dasar penyusunan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Praktek terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Sedangkan good dalam good governance menurut LAN berarti, pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan keadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa wujud good governance menurut LAN adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif . Lembaga Administrasi Negara, mengartikan governance adalah proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services. Lebih lanjut LAN menegaskan jika dilihat dari segi functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.
Kunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah.
Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a. Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
b. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
c. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
d. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
e. Berorientas pada consensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur
f. Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
g. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
h. Akuntabilitas: Kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi
i. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Berkaitan dengan permasalahan dalam pembahasan ini , akan digunakan dimensi good governance sebagai berikut yang mana diatas telah disebutkan prinsip-prinsip Good Governance tapi menurut kelompok kami pokok dari kesembilan prinsip diatas adalah efisiensi, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi yang mana akan menjadi penajaman masalah dari kelompok kami yang akan kami gunakan menganalisis masalah yang akan kami jabarkan :
1. Efisiensi, diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara produktif dan tidak mengganggu penyelenggaraan pemberian pelayanan kepada masyarakat, yakni hemat dalam penggunaan biaya, peralatan kantor, tenaga kerja dan tata kerja (prosedur) dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat
2. Akuntabilitas, diartikan kewajiban penyelenggara mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya yang dimiliki dan pelaksanaan kebijakan (pemberian pelayanan) dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
  1. Instansi harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai bidangnya dalam organisasi yg selaras dengan visi, misi, sasaran tujuan dan strategi organisasi.
  2. Instansi harus meyakini bahwa semua mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan Good Governance.
  3. Instansi harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan organisasi Instansi tsb.
  4. Instansi harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran Instansi yang konsisten dengan nilai-nilai , sasaran utama dan strategi , serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) .
  5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berpegang pada etika organisasi dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati .
3. Transparansi, diartikan sebagai kebebasan masyarakat mengakses informasi sehingga secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan dan kemudahan akses terhadap para pembuat keputusan pelayanan kemasyarakatan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat di monitor oleh masyarakat.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
  1. Instansi harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan bidang tugasnya.
  2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, visi, misi, sasaran dan strategi organisasi, kondisi keuangan dll.termasuk sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan Good Governance serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi organisasi.
  3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh Instansi tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan suatu Instansi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
  4. Kebijakan Instansi harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
4.Partisipasi, diartikan bahwa setiap masyarakat mempunyai suara untuk memberikan masukan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelayanan kemasyarakatan, baik secara langsung maupun melalui lembaga public/masyarakat yang ada. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Penegakan Hukum Administrasi Negara di Indonesia
Menurut P.Nicolai dan kawan kawan “De besstuursrechthelijke handhavings middelen omvatten (1) het toezich dat bestuursorgenen kunnen uitoefenen op de neveling van de bij of kracthens de wet gestelde woorschriften en van de bij besluit individueel opgeledge verplichtingen. (2) de toepassing van besstuursrechthelijke sanctie bevoegheden. (sarana penegakan Hukum Administrasi berisi {1} Pengawasan bahwa organ pemerindah dapat melaksanakan kekuatan pada atau berdasarkan undang-undang yang di tetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu. {2} Penerapan kewenangan sanksi pemerintahan antara lain : 1. Paksaan pemerintah 2. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan 3. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah 4. Pengenaan denda administrative. Pendapat yang dikemukakan oleh Nikolai agaknya hamper senada dengan Ten Berge dikutip dari Philipus M.Hadjon yang menyebutkan bahwa instrument penegakan Hukum Administrasi adalah meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah refresif untuk memaksakan kepatuhan.
Dalam suatu Negara hukum pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalangkan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, pengawasan ini dimaksudkan agar dalam rangka menjalangkan tindakannya dapat menberikan perlindungan hukum bagi rakyat, telah disebutkan bahwa sarana penegakan hukum itu disamping pengawasan, adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam suatu perundang-undangan, bahkan J.B.J.M Ten Berge menyatakan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintah dimana kewenangan itu berasal dari aturan hukum administrasi tertulis maupun tidak tertulis. Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat penegakan Hukum Administrasi Negara ini semakin penting artinya, apalagi ditengah era otonomi yang menuntut pelayanan Good Govenace benar benar berjalan sebagai mana mestinya dan berdasarkan pemaparan diatas maka kelompok kami ingin menpertajam materi yang akan dikupas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
Pelayanan Kesehatan pada Umunya
Kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas di amanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945, di mana dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Di dunia internasional, konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 juga menyatakan bahwa “ Health is a fundamental right”, yang mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan mempertahankan serta meningkatkan yang sehat.
Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat sebagai hak asasi manusia dan sehat sebagai investasi. Menyangkut hakikat layanan publik adalah pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat”. Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah melalui instansi-instansi penyedia layanan publiknya bertanggung jawab memberikan layanan prima kepada masyarakat. Karena pada dasarnya masyarakat adalah warga negara yang harus dipenuhi hak-haknya oleh pemerintah.
Dengan demikian kata “prima” ini haruslah menjadi misi yang akan menjiwai setiap unit layanan publik. Konsekuensinya, apabila kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat dirasakan tidak prima, maka pada dasarnya penyedia layanan publik dianggap tidak mempunyai kinerja, pelayanan public dibidang kesehatan berarti Sarana kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat disebut dengan nama sarana kesehatan msyarakat. Untuk Indonesia sarana kesehatan masyarakat ini adalah pusat kesehatan msayarakat (puskesmas) yang berada pada lini depan sebagai fungsi awal penyelenggaraan pelayanan public dibidang kesehatan dalam menjalangkan good governance .
Puskesmas dalam menjalangkan perannya dalam menjalangkan pelayanan pelayanan kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di Indonesia yang langsung berhubungan dengan masyarakat dengan terintegrasi melalui suatu pusat pelayanan kesehatan terpadu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Starata I , dalam menjalangkan fungsi pelayanan yang dilakukan pemerintah dengan segala upaya telah melakukan inovasi dan efisiensi dalam implementasinya antara lain dengan adanya Jamkesmas, jamkesda dan pelayan lain terkait pemenuhan hak dasar warga Negara berdasarkan good governance . Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan pada umumnya masih menempatkan masyarakat sebagai obyek, bukan sebagai subyek pembangunan kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat perlu terus ditingkatkan maka dari itu kiata akan terlebih dahulu menyoroti langkah pemerintah terkait pelaksanaan good governace dalam bidang kesehatan.
1.Bagaimana pelaksanaan Fungsi Good Governance dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik di kota Semarang.
  1. Langkah pemkot semarang terkait pelayanan kesehatan di puskesmas
Setelah penulis melakukan kunjungan di puskesmas Sekaran dan melakukan riset dan observasi terkait pelayanan public dibidang kesehatan dan melakukan wawancara secara langsung dengan kapuskesmas Drs.Heri Sukardi.M,Kes menyatakan kebijakan pemkot semarang terkait kesehatan awal tahun ini adalah dengan diterbitkannya system pelayanan sementara yang hanya menggunakan kartu tanda penduduk sebagai tanda akses untuk melakukan pengobatan secara gratis, hal ini diungkapkan Kapuskesmas dalam wawancaranya selasa 30 maret 2010 yang menyatakan bahwa program ini bertujuan untuk mencakup pengobatan masyarakat secara luas dan menyeluruh karna adanya kemudahan dalam mengakses layanan kesehatan tanpa document formal yang biasanya diminta sebagai persyaratan maka dengan adanya program ini diharap anemo masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya dipuskesmas meningkat, hal ini berbanding lurus dengan kenyataan menurut penuturan Kapuskesmas intensitas dan kesadaran masyarakat meningkat sejalan dengan adanya efisiensi dalam proses birokrasi yang tadinya yang datang berobat antara 50-60 orang perhari sejak diluncurkannya program ini maka menjadi 60-100 orang perhari perjanuari 2010, ketika disinggung mengenai apakah program ini sama denga Jamkesmas kapuskesmas mengatakan bahwa program ini hanya bersifat sementara hingga waktu yang belum ditentukan dan cakupan pelayanan ini juga menangani rawat jalan dan rawat ini dalam penyenggaraan fungsi-fungsinya .
  1. Jamkesmas
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Upaya pelaksanaan Jamkesmas merupakan perwujudan pemenuhan hak rakyat atas kesehatan dan amanat Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Namun karena hingga saat ini peraturan pelaksana dan lembaga yang harus dibentuk berdasarkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) belum terbentuk, Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin sebagai wujud pemenuhan hak rakyat atas kesehatan tersebut. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Program Jamkesmas, sebagai salah satu program unggulan Departemen Kesehatan, telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dengan jumlah peserta 36,1 juta penduduk miskin. Untuk tahun 2007 dan 2008, jumlah penduduk miskin dan hampir miskin yang dijamin pemerintah terus meningkat hingga menjadi 76,4 juta jiwa. Peningkatan pemanfaatan program Jamkesmas menunjukkan bahwa tujuan program tersebut telah tercapai.
Sejarah Program Jamkesmas
Penamaan program Jamkesmas mengalami berbagai bentuk perubahan. Awalnya, sebelum program ini menjadi regulasi yang diamanatkan dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, berbagai upaya memobilisasi dana masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi telah dilakukan antara lain dengan program Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Dengan memobilisasi masyarakat diharapkan mutu pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan tanpa harus meningkatkan anggaran pemerintah. Konsep yang ditawarkan adalah secara perlahan pembiayaan kesehatan harus ditanggung masyarakat sementara pemerintah akan lebih berfungsi sebagai regulator. Program DUKM secara operasional dijabarkan dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 pemerintah melaksanakan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Bermula dengan pengembangan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) Tahun 1998–2001, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS–BBM) Tahun 2002–2004.
Dalam Amandemen Keempat UUD 1945 yang disetujui dalam Sidang Umum MPR Tanggal 11 Agustus 2002, telah berhasil meletakkan pondasi pembiayaan dengan sistem jaminan, yang tertera dalam Pasal 34 (2) yaitu negara diberi tugas untuk mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Dua tahun kemudian, tepatnya Tanggal 19 Oktober 2004 disahkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial yang dimaksud di dalam Undang–Undang SJSN adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak, termasuk diantaranya adalah kesehatan. Namun sampai saat ini sistem jaminan sosial yang diamanatkan dalam undang–undang tersebut masih belum berjalan karena aturan pelaksanaannya belum ada.
Pada Tahun 2005, pemerintah meluncurkan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang dikenal dengan nama program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin). Penyelenggara program adalah PT Askes (Persero), yang ditugaskan Menteri Kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004 tentang Penugasan PT Askes (Persero) dalam Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Program ini merupakan bantuan sosial yang diselenggarakan dalam skema asuransi kesehatan sosial.
Setelah dilakukan evaluasi dan dalam rangka efisiensi dan efektivitas, maka pada tahun 2008 dilakukan perubahan dalam sistem penyelenggaraannya. Perubahan pengelolaan program tersebut adalah dengan pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi pembayaran, yang didukung dengan penempatan tenaga verifikator di setiap rumah sakit. Nama program tersebut juga berubah menjadi Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dilakukan dengan mengacu pada prinsip–prinsip asuransi:
  1. Pengelolaan dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan hanya untuk peningkatan kesehatan masyarakat miskin.
  2. Pelayanan kesehatan bersifat menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic yang costeffectivedanrasional.
  3. Pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip terstruktur dan berjenjang.
  4. Pelayanan kesehatan diberikan dengan prinsip portabilitas dan ekuitas.
  5. Pengelolaan program dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.
Dasar hukum program Jamkesmas adalah UUD 1945, UU No. 23 tahun 1992, UU No. 01 tahun 2003, dan UU No. 45 tahun 2007. Dahulu, program layanan kesehatan bagi masyarakat miskin bernama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin atau Askeskin. Kendala utama terletak pada belum tuntasnya pendataan masyarakat miskin periode tahun 2005-2007. Jadi bisa dipastikan bahwa problem utama pemerintah dalam hal ini adalah lemahnya sistem pendataan yang akurat dengan metode survey lapangan. Masalah kedua yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana nasib Rumah Tangga Miskin yang luput dari pendataan pemerintah..? dan masalah ketiga adalah tidak seriusnya pemerintah dalam memperhatikan nasib masyarakat miskin.
Persoalan ini kemudian menjadi dasar pijakan penerbitan Perda Jaminan Kesehatan Daerah. Semangat ini muncul sesuai kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, tertanggal 10 Maret 2008, yang menyebutkan bahwa Rumah Tangga Miskin (RTM) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas (baca: luput dari pendataan) tetap akan dilayani hak kesehatannya dengan klaim anggaran dari APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota dimana pasien miskin tersebut berdomisili.
  1. Jamkesda
Jamkesda adalah pelayanan kesehatan yang biayanya dijamin oleh pemerintah daerah dimana jamkesda lahir karna adanya masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam jamkesmas dan tidak mendapat pelayanan kesehatan maka dari itu jamkesda menpunyai fungsi utama mencover cakupan jamkesmas atas apa yang tidak terjangkau oleh jamkesmas menjadi domain jamkesda.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat secara bermutu, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada seluruh masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dan kemudahan kegiatan usaha, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
  1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan berdasarkan pada prinsip cepat, pasti, mudah, murah, patut dan adil;
  2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian pelayanan publik khususnya dalam rangka mendukung pelayanan kesehatan masyarakat;
  3. Meningkatkan upaya untuk menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi;
  4. Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;
  5. Melaksanakan pemantapan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas aparat pelayanan publik;
  6. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan teknologi infromasi dalam pelayanan publik;
  7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat;
  8. Mengembangkan partisipasi masyarakat di wilayah kabupaten dan kota dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik melalui mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan komunitas penduduk di masing-masing wilayah; serta
  9. mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota kepada publik.
Setelah kami melakukan serangkain wawancara terhadap narasumber yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan dapat ditarik kesimpulan bahwa Otonomi setelah reformasi juga membawa persoalan tersendiri terhadap layanan kesehatan. Tidak sedikit kabupaten yang melihat layanan kesehatan bukan sebagai hak masyarakat yang harus diberikan, tetapi sumber pendapatan asli daerah. Pendekatan liberal seperti ini menyebabkan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) pun terkena target menaikkan penerimaannya dari tahun ke tahun. Di beberapa kabupaten, anggaran untuk kesehatan angkanya amat kecil karena sebagian besar anggaran digunakan untuk biaya rutin.
Landasan Hukum
Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Gratis didasarkan pada :
  1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 mengamanatkan ayat (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sedangkan ayat (3) bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495)
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 No. 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355)
  5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400)
  6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4548)
  7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
  8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4436);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
2.Upaya apa yang harus ditempuh dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik
Upaya upaya yang harus ditempuh dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik berdasarkan prinsip good governance dan pelayanan kesehatan yang optimal guna mewudkan pelayanan publik yang senergi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, pelyanan umumnya harus mengutamakan kepuasan pelanggan utamanya sebagai tolak ukur keberhasilan suatu penyelenggaraan dan pelaksanaannya karena pelayanan publik merupakan arena transaksi nyata atas apa yang dikerjakan pemerintah oleh instrument-instrumen negara yang bergerak melayani kebutuhan publik termasuk area kesehatan masyarakat, seyogianya komplain komplain terhadap penlayanan kesehatan selama ini diserap dan merupakan alat penegur bagi petugas lapangan yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan publik terkait, maka dengan itu kelompok kami dapat menyimpulkan pokok-pokok masalah dan upaya yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pelayanan publlik dibidang kesehatan yaitu:
  1. Perlu dilakukannya reformasi birokrasi dibidang kesehatan karena selama ini masalah yang dikelukan penggunan layanan kesehatan masyarakat miskin sering kali direpotkan oleh urusan-urusan birokrasi yang rumit dan menyusahkan masyarakat, kadang terjadi penolakan terhadap pasien miskin karena kurangnya dokument yang menjadi syarat formal dilakukannya pelayanan maka dari itu harus terjadi reformasi birokrasi yang lebih memihak masyarakat miskin yang mengutamakan pelayanan terlebih dahulu dibanding syarat-syarat formal sehingga tidak ada lagi orang yang meninggal karena tidak memenuhi syarat birokrasi yang rumit.
  2. Kedudukan pelayanan antar pasien harus Equal(seimbang) hal ini dimungkinkan berdasarkan fakta lapangan sering terjadi disparitas perilaku terhadap pasien miskin yang terkesan menomer duakan pasien miskin yang menggunakan jasa pelayanan jamkesmas maupun jamkesda dibanding dengan pasien umum yang membayar dengan nominal yang lebih besar.
  3. Harus terjadi akuntabilitas terhadap Instansi pelayanan kesehatan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai bidangnya dalam organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran tujuan dan strategi organisasi. Instansi harus meyakini bahwa semua mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan Good Governance. Instansi harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan organisasi Instansi tsb.
  4. Perlunya diterapkan prinsip transparansi terhadap segala macam bentuk pelayanan terkait bidang kesehatan mulai dari level puskesmas hingga rumah sakit besar sehingga masyarakat dapat melakukan fungsi pengawasan individunya, tersedianya informasi yang mudah diakses dan dapat dijangkau dengan mudah.
  5. Pelayanan yang dibangun harus efektif sesuai dengan kebutuhan dengan proses yang cepat,mudah dan tepat sehingga terjadi pelayanan yang optimal
  6. Belum diterapkannya Citizen Charter dalam standar pelayanan kesehatan didaerah dengan Tujuan dari terbentuknya Kontrak Pelayanan agar pelayanan public menjadi lebih tanggap atau responsif, transparan dan bertanggungjawab atau akuntabel.
  7. Kurangnya penggunaan hak Diskresi terkait pemenuhan pelayanan kesehatan yang prima oleh pejabat pejabat pelayanan kesehatan ditingkat puskesmas guna menjamin pelyanan yang cepat dan mudah.
  8. Optimalisasi peran LOD dalam mengawasi pelayanan kesehatan
  9. Perlu dibentuknya Complain center atas ketidak puasan terhadap pelayanan yang diperoleh dengan menggagas system complain yang berbasis data dan sms yang terintegrasi secara penuh melalui suatu badan independent yang mengelola data complain masyarakat.
  10. Pemerintah harus berkomitment manjalankan prinsip-prinsip good governace dalam menjalangkan kegiatan pemenuhan pelayanan public yang baik dan bertanggung jawab.
  11. Penerapan Reward and punishment yang adil dan konsisten dalam implementasinya masih bersifat parsial.
Atas kesimpulan yang kami bangun melalui pengumpulan data primer dan data sekunder dapatlah kita menyebutkan beberapa poin kendala yang menhambat optimalisasi pelayanan public dibidang kesehatan selama ini. Bagi kelompok kami pengelolaan jasa pelayanan kesehatan selama ini menempatkan pasien sebagai objek bukan sebagai subjek dalam pelayanan yang terbentuk selama ini, maka dari itu perlunya meneliti aspek-aspek dan kendala dalam pelayan kesehatan selama ini.
3.Penegakan hukum administrasi negara terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan pelayanan kesehatan
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat keberadaan hukum administrasi negara terkait pelanggaran dan penyalahgunaan pelayanan kesehatan semakin penting adanya, apalagi ditengah era otonomi dan desentralisasi yang sangat memungkinkan terjadinya pelanggaran dan penyalahgunaan pelayanan publik terkait kesehatan dimana daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan pelayanan publik secara mandiri dan terbuka. Dalam kaitatannya terhadap penegakan hukum administrasi negara pelayanan publik dituntut agar dalam aktifitasnya tidak melanggar hak dan kewajiban sebagai mana ketentuan yang telah mengatur sebelumnya yaitu dalam suatu negara hukum pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalangkan aktivitasnya sesuai norma-norma hukum dalam rangka menberikan perlindungan hukum bagi warga negara, disamping pengawasan terdapat pula sanksi yang merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan bahkan menurut J.B.J.M ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi negara lebih lanjut menurut Philipus M.Hadjon pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi para warga didalam peraturan tata usaha negara, sanksi merupakan alat pemaksa negara untuk mematuhi peraturan yang telah diundangkan.
Jika kita berbicara penegakan hukum administrasi negara dalam pelayanan kesehatan hendaknya kita memhami secara konkrit dan komperhensif apakah penegakan sanksi selama ini dapat efektif dan secara signifikan mengubah pola-pola penyelenggaraan pelayanan dalam kenyataannya, terkait akan hal itu hendaknya kita merujuk pada Pasal 190 undang undang kesehatan yang berbunyi : 1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak menberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagai mana yang dimaksud Pasal 32 dipidana dengan pidanan paling lama 2(dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00,- (dua ratus) juta rupiah.
Pasal 32 (1) dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib menberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. (2) dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka.
2. Dalam hal perbuatan sebagai mana yang dimaksud ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan /atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan /atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00,- (satu milyar rupiah)
Terkait sanksi yang telah diuraikan diatas menurut Philipus M.Hadjon penerapan sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, sehingga memungkinkan adanya langkah hukum yang responsif terhadap pelanggaran pelayanan kesehatan, terkait sanksi diatas tergolong jenis Kumulasi external yaitu menerapkan sanksi administrasi bersama sanksi lain yaitu sanksi pidana. Tapi pada praktek nyatanya sering kali aturan hukum dibidang kesehatan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik hanya berakhir disecarik kertas undang-undang tanpa penegakan secara pasti hal ini tercermin bahwa masih adanya masyarakat miskin diluar program pemerintah yang keburu meninggal karena tidak memenuhi prosedur administrasi berupa pembayaran uang administrasi rumah sakit sebesar Rp.20.000.00,- (dua puluh ribu rupiah) tentunya penegakan hukum administrasi negara dalam pelayanan kesehatan nyaris takterdengar selama ini hal ini terkait sulitnya dan masih tertutupnya penyelenggaraan pelayanan walaupun telah terjadi penerapan good governance didalam badan penyelenggara kesehatan tapi ini tidak serta merta menjadikan dan mengubah prosedur formal yang sudah digunakan selama berpuluh tahun yang sudah menjadi standar baku pelayanan kesehatan di negara ini .
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan :
Bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan didaerah semarang masih belum menyentuh seluruh stakeholder yang ada minimnya respon dan mental pegawai pelayanan kesehatan yang masih mementingkan jabatan struktural dibanding jabatan fungsional sering kali mengurangi esensi dan dasar pelayanan publik itu sendiri, sering kali sulitnya birokrasi menhambat proses pelayanan yang akan berimnplikasi terhadap minimnya respon terhadap tanggapan dan pelayanan kesehatan, rendahnya pelayanan publik berarti bisa diindikasikan masih adanya kecenderungan korupsi disektor tersebut. Adanya kebiasaan-kebiasaan prilaku dan mental peninggalan orde baru yang masih sangat lekat dipikiran para pegawai pelayanan kesehatan yaitu mereka hampir tidak pernah meminta saran dan kritik dari masyarakat sebagai pihak pengguna jasa, bahkan sebisa mungkin mereka tidak mengharapkan kritik, kalau terpaksa ada kritik, mereka akan bersikap defensif dan mencari-cari alibi untuk berlindung padahal pelayanan kesehatan adalah arena transaksi yang nyata atas apa yang telah negara dan pemerintah daerah telah perbuat disanalah diukur apakah daerah dan negara telah menjalangkan kewajibannya sebagai pemerintah dan pemegang amanat rakyat.
Saran :
Perlunya survey berkala setiap tahun baik itu diselenggarakan oleh pemerintah sebagai inisiator maupun pihak independent untuk melakukan penelitian pelayanan kesehatan, dari survey itu pemerintah selaku penyelenggara bisa mengetahui tingkat kepuasan dan kolplain masyarakat terkait pelayanan kesehatan, perubahan apa yang diinginkan dan dari survey itu pemerintah melakukan pembenahan terkait pelayanan yang diberikan, juga perlunya perbaikan mentalitas pelayan kesehatan harus dilakukan terlebih dahulu hal ini akan sedikit menperbaiki pelayanan kesehatan didaerah kota semarang. Masih belum diterapkannya Citizen Charter dalam tingkat puskesmas juga masih menjadi PR bagi pemerintah kota semarang.
Referensi :
-Ridwan, H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta :Raja grafindo persada, 2007
-Jabir, Alfaruqi. Nasionalisme Baru Tanpa Korupsi . Semarang :KP2KKN Jateng,2007
Webside :
-Departement kesehatan RI
-Lembaga Administrasi Negara
-Lokal Governance Support Program (LGPS)
-Good Governance Indeks
-PT.Askes indonesia
Perundang-Undangan :
-UU No.23 Tahun 1992 Tentang kesehatan
-UU No.25 Tahun 2009 Pelayanan publik
-UU No.32 dan 33 Tahun 2004 Tentang otonomi daerah