Pemberian Kewenangan penyidikan
terhadap BPK dan PPATK merupakan langkah Progresif terhadap penegakan hukum
Pidana, lahirnya ide pemberian kewenangan penyidikan terhadap PPATK adalah langkah untuk
pencegahan dan memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti
pencucian uang.Pendekatan rezim anti pencucian uang adalah mengejar uang atau
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan. Alasan yang mendasari
pendekatan tersebut selain lebih mudah mengejar hasil kejahatan dari pada
pelakunya juga didasarkan pada alasan bahwa hasil kejahatan merupakan darah
yang menghidupi tindak pidana (live bloods of the crime). PPATK sebagai
financial intelligence unit (FIU) mempunyai peran strategis dalam memberantas
pencucian uang secara preventif maupun represif.Terbukti sejauh ini 97% laporan
PPATK mengenai transaksi mencurigakan yang tidak mendapatkan respon dari pihak
kepolisian, karena adanya perbedaan persepsi tentang pemahaman UU Pencucian
Uang Dalam kedudukan tersebut. Sumber dari tempo interaktif Jakarta
rabu/25/08/2011.
Menurut pasal 1 angka 2 KUHAP :
Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Kewenangan Penyidikan yang dimaksud
disini adalah BPK dan PPATK dapat bertindak atas inisiatif sendiri melakukan
penyidikan terhadap suatu dugaan transaksi keuangan mencurigakan maupun dugaan
tindak pidana terkait adanya indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang.
Mengingat pentingnya pemberian
kewenangan penyidikan terhadap BPK dan PPATK dengan menpertimbangkan keahlian
yang dimiliki oleh PPATK dalam hal perbankan lebih baik dari penyidik Polri dan
mengingat sering kali kepolisian melakukan penyelidikan ulang terkait dugaan
tindak pidana pencucian uang meski ada data yang dihasilkan PPATK sehingga asas
peradilan cepat dan singkat tidak terpenuhi,dan pemberian kewenangan terhadap
BPK terkait dugaan pidana dalam pemeriksaan keuangan dapat melakukan eksekusi
langsung berupa tindakan penyidikan tanpa harus melapprkan ke penyidik kepolisiaan, dan pada hakikatnya
dalam UU No.15 Tahun 2006 Pasal 9 ayat 1 dan 2 sejatinya telah diatur
serangkaian tindakan yang hampir sama dengan tindakan penyidikan, tindakan yang
hakikatnya merupakan Roh dari penyidikan tetapi memang tidak tertulis jelas di
sebutkan secara Limitatif dalam UU No.15 tahun 2006, hanya saja ketika BPK
menemukan suatu dugaan tindak Pidana BPK tidak bisa secara langsung
mengeksekusi temuannya tersebut sehingga menyebabkan Proses peradilan pidana
terhapbat karena tidak adanya kewenangan melakukan penyidikan dan juga
memerlukan proses administrasi yang panjang dan berliku dalam pelimpahan
perkaranya.
Dasar Argument
Pemberian Kewenangan Penyidikan
Kepada BPK dan PPATK merupakan langkah maju dalam kebijakan Formulasi Hukum
Pidana dikarenakan 97% laporan PPATK mengenai transaksi mencurigakan yang tidak
mendapatkan respon dari pihak kepolisian, karena adanya perbedaan persepsi
tentang pemahaman UU Pencucian Uang.
satu kewajiban yang diberikan Financial
Action Task Force (FATF) kepada Indonesia, setelah dikeluarkan dari
daftar Non Cooperative Country and Territories (NCCTs), adalah agenda
penegakan hukum dimana kewenangan itu tidak bisa dilakasanakan tanpa kewenangan
penyidikan yang diberikan kepada dua badan tersebut.
Sejatinya KUHAP sendiri telah
mengalami kemajuan dalam hal kewenangan Penyidikan, selain itu uu sektoral juga
juga memberikan kewenangan kepada kementerian/departemen untuk bertindak
sebagai penyidik seperti Bapepam dan Dirjen Pajak.
Pemberian Kewenangan Penyidikan
kepada BPK dan PPATK dapat menjadi entri poin dalam pengusutan Predicate Crime
dengan membentuk penyidik bersama di bawah koordinasi PPATK.
Walaupun dalam tubuh Polisi dan
Kejaksaan telah terdapat Penyidik Tindak Pidana Ekonomi namun kewenangan yang
diberikan oleh UU kepada PPATK dalam membuka kerahasiaan Bank tidak dimiliki
kedua lembaga penyidik tersebut.
Efek jangka Panjang
Ketika kewenangan Penyidikan
diberikan kepada BPK dan PPATK akan berdapak terhadap penyelesaian perkara yang
berkaitan dengan pencucian dan tindak pidana yang berkaitan dengan keuangan
Negara penanganan perkara akan lebih cepat terselesaikan dan bahkan meminimalisir
Tindak pidana berkaitan dengan keuangan Negara dan pencucian uang sehingga akan
berrimplikasi terhadap aspek Law Enforcement secara keseluruhan.
Poin dari sudut pandang actor-aktor
yang berperang.
Dengan diberikannya kewenangan
penyidikan kepada BPK dan PPATK maka asas peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan akan tercapai termasuk didalammnya sifat Lex Specialis dalam hal
penyidikan tindak Pidana sehingga terbentuklah Criminal Justice Sistem yang
berarsaskan cek and balences yang implikasi terhadap proses penegakan hukum
yang semakin baik dan melahirkan tata aturan penyidikan kekhususan. Dibutuhkan payung hukum yang kuat bagi PPATK untuk
menjalankan tugas dan kewenangannya. Meski melakukan tindakan yang hampir sama
dengan fungsi penyelidikan, tetapi data intelijen PPATK bukanlah data yang
kedudukan dapat disamakan dengan data hasil penyelidikan. Hal demikian sering
kali menjadikan kepolisian melakukan penyelidikan ulang dugaan tindak pidana
pencucian uang meski ada data yang dihasilkan PPATK. Pada sisi lain, UU tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada saat ini menentukan jika ditemukan adanya
indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang, hanya kepolisian sebagai
penyidik dan kejaksaan sebagai penuntut umum yang berhak menerima data PPATK
(Pasal 26 huruf g jo Pasal 27 ayat (1) huruf b).Untuk lebih mengefektifkan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang perlu memberikan kewenangan
penyelidikan kepada PPATK. Kewenangan penyelidikan yang dilakukan PPATK dapat
dilakukan secara bersama dengan penyelidik lain dalam sebuah penyelidikan
bersama di bawah koordinasi PPATK. Lebih luas lagi, upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam dilakukan koordinasi antar
lembaga penegak hukum sebagaimana diamanatkan Pasal 29 B UU No 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan membentuk Komite Koordinasi
Nasional.
Multi Invetigator system Secara
khusus peran PPATK adalah upaya pencegahan dan pemberantasan money laundering.
Pengkhususan demikian tidak berarti pencegahan dan pemberantasan money
laundering terlepas dari pencagahan dan pemberantasan tindak pidana yang lain.
pencegahan dan pemberantasan money laundering menjadi pintu masuk untuk
penanggulangan kejahatan secara umum yaitu memberantas kejahatan asal
(predicate crime) yang sulit diberantas dengan cara konvensional. Peran PPATK
dalam pencegahan dan pemberantasan money laundering dengan sendirinya membantu
penegak hukum terutama penyidik dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan
pidana saat ini mengalami perubahan yang ditandai dengan pemberian kewenangan
kepada instansi lain di luar kepolisian sebagai penyidik. Selain KUHAP yang
memberikan kewenangan kepada kepolisian dan Pejabat pegawai negeri sipil (PPNS)
sebagai penyidik, beberapa undang-undang sektoral juga memberikan kewenangan
kepada kementerian/departemen untuk bertindak sebagai penyidik. PNS dari departemen/kementerian
ini berwenang menyidik tindak pidana tertentu yanng kemungkinan berkaitan
dengan tindak pidana pencucian uang.Pada sisi lain, dalam UU anti pencucian
uang, kewenangan penyidikan hanya diberikan kepada Polri sebagai satu-satunya
penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang.
Ketentuan demikian menjadi kendala dalam penegakan hukum jika tidak ada
koordinasi antara kepolisian sebagai penyidik tindak pidana pencucian dan
penyidik lain yang melakukan penyidikan tindak pidana asal. Kendala
tersebut perlu diperhatikan dalam proses legislasi dengan membuat kebijakan
pemencaran penyidikan tindak pidana pencucian uang terhadap penyidik lain
selain kepolisian. Dengan demikian, penyampaian data PPATK dan/atau hasil penyelidikan
PPATK tidak hanya terbatas pada kepolisian dan kejaksaan saja tetapi dapat juga
disampikan kepada penyidik yang melakukan penyelidikan tindak pidana asal yang
sekaligus menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang.Penguatan peran dan
pemberian kewenangan tambahan kapada PPAT serta pemencaran penyidikan merupakan
langkah untuk mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang. Rekayasa positif membutuhkan kontrol yang kuat baik dalam
proses legislasi maupuan penegakan hukumnya
Semua ini
kutulis dari hasil diskusi saya dengan sahabat saya Denny Ardiansyah dan Tigor
Hamonangan Napitupulu... miss u all my best partners.... Special Thanks to Bunda Ristina Yudhanti,S.H,.M.Hum
oleh Ulhaq Andyaksa,S.H. Semarang Agustus 2011
oleh Ulhaq Andyaksa,S.H. Semarang Agustus 2011