Minggu, 26 Juni 2011

APAKAH LEGALISME MURNI ITU MUNGKIN..? (Oleh Ulhaq Andyaksa)

Apakah Legalisme Murni itu mungkin.?        
Pada dasarnya tidak ada UU yang sempurna dan dapat menutupi semua perbuatan yang dilarang, UU hanya mengatur sebagian perbuatan yang ada pada masa itu sedangkan untuk masa yang akan datang kehidupan masyarakat semakin berkembang dan semakin komplek sehingga pola dan kebutuhan terhadap undang-undang juga beruba begitupun perbuatan melawan hukum selalu berkembang mengikuti perubahan zaman dan setiap zaman berbeda motif dan jenis perbuatan melawan hukumnya, sifat undang-undang yang menentukan kaidah secara umum dan tidak tertentu pada suatu kasus tertentu, sehingga Legalisme mutlak tidak berlaku lagi seberapa pintarpun manusia menformulasikan suatu aturan tertulis tetap saja ada kelemahan yang terdapat didalamnya mungkin karena waktu, perubahan rasa keadilan masyarakat, kriminalisasi dan perubahan-perubahan lainnya sehingga tidak semua perbuatan dapat diatur dalam suatu undang-undang dalam bentuk tertulis, adanya hukum yang hidup di msyarakat juga merupakan hukum walaupun tidak tertulis tetapi dianggap sebagai suatu aturan yang di patuhi dan diataati sehingga timbul konsekuaensi bahwa legalisme mutlak tidak mutlak lagi karena adanya hukum yang ada di luar undang-undang tersebut. Sebagai pandangan Pada abad III SM, praktik legalisme dianut oleh Cina. Hukum positif buatan Kaisar, bersifat mutlak dan umum bagi semua warga negara. Implikasinya, muncul kecenderungan membuat sebanyak mungkin UU yang menjangkau seluruh aspek hidup manusia.Asumsinya, dengan UU yang baik, hidup bersama akan berlangsung dengan baik juga. Tetapi tetap saja ada kekurangan dalam suatu aturan.
Konsekuensi dari Legalisme Mutlak adalah UU merupakan sistem logis yang berlaku bagi semua perkara dalam artian bahwa undang-undanglah yang menjadi pokok acuan dapat dihukumnya seseorang apabila telah memenuhi rumusan undang-undang maka orang tersebut patut untuk dihukum dan dijatuhkan hukuman tanpa melihat apa yang menjadi sikap batin dari perbuatan tersebut hal ini sangat terkesan kaku dan sedikit mendistorsi rasa keadilan itu sendiri seakan-akan hukum diciptakan untuk menhukum dan tidak ada tuhuan lain dari ditegakkannya hukum.
Konsekuensi kedua dari Legalisme Mutlak adalah Hakim, hanyalah mulut UU; corong wet. Hakim hanya boleh menerapkan UU secara mekanis (bouche de la loi) bukan penentu pencarian keadilan (bouche de la justice). Jadi inti pandangan Legisme ini adalah bahwa hakim tidak boleh berbuat selain menerapkan undang-undang secara tegas, oleh penganut  legis undang-undang dianggap sudah lengkap  dan jelas mengatut persoalan yang ada di jamannya. Jadi tidaklah benar pula bahwa pekerjaan hakim hanya menpelajari, menganalisis dan mengunakan tutur sampul silogisme, yaitu deduksi yang logis akan mendapatkan penyelesaian untuk tiap-tiap peristiwa nyata. Pertama-tama disebabkan karena banyaknya peraturan perundang-undangan yang secara nisbi terbatas, tidak dapat pada waktunya telah siap memberi aturan aturan bagi setiap hubungan dan peristiwa hukum. Kedua kalau memang sudah ada peraturannya maka kadang-kadang kata undang-undang kurang jelas atau mengandung kemungkinan untuk ditafsirkan lebih dari satu arti jadi hakim bertugas untuk menemukan hukum dengan memberikan penilaian dan pendapatnya sendiri bukan harus sekedar menjadi corong undang-undang, jadi pandangan legisme mutlak sudah tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan hukum dan rasa keadilan masyarakat yang menuntut suatu penjatuhan sanksi hukum haruslah dilihat dari berbagai aspek bukan hanya aspek undang-undang semata sebagai suatu aturan namun juga haruslah apakah perbuatan tersebut dapat atau dicelakan dalam masyarakat dan disini hakim dituntut untuk melakukan penggalian hukum.

Benarkah Proses Hukum itu adalah Proses logis.?
Hukum adalah proses logis berarti bahwa hukum itu diperoleh dari suatu proses yang lazimnya, kita tidak langsung menemukan keadilan lewat proses logis-formal, tetapi lewat intuisi. argumen-argumen logis-formal dicari sesudahnya untuk dapat membenarkan suatu putusan dihadapan rekan seprofesi dan khalayak umum. Hukum sebagai proses logis bermakna sebagai suatu kondisi dari suatu keadaan untuk mencari dan menemukan keadilan dengan terlebih dahulu didasarkan pada intusi. Hukum adalah proses logis dimana dalam hukum dikehendaki adanya suatu proses logis untuk mencari dan mengumpulkan suatu fakta hukum sehingga kesan hukum tidak statis karena dibuka kesempatan penggunaan intuisi dengan menemukan keadilan lewat proses logis.

 Apakah proses hukum itu teratur.?
Menurut saya proses hukum itu teratur karena telah adanya badan-badan tertentu yang telah diatur berdasarkan tugas dan fungsi pokok masing-masing berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Negara kepada badan-badan tersebut untuk menyelenggarakan kewenangannya, jadi proses hukum itu sendiri telah diatur melalui badan-badan resmi yang mendapatkan kewenangannya dari undang-undang.

Tulisan ini saya buat karena terinspirasi tulisan : Dr.Indah S.Utari,S.H,M.Hum dan Prof.Dr.Achmad Ali,S.H,M.H.

di Tulis di Semarang 20 Juni 2011 Oleh Ulhaq Andyaksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar