Rabu, 20 Juni 2012

REMISI DAN HAK-HAK NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA



Remisi pada hakekatnya adalah hak semua narapidana dan berlaku bagi siapapun sepanjang narapidana tersebut menjalani pidana sementara bukan pidana seumur hidup dan Pidana Mati, Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana dalam Undang-Undang Nomor  12  Tahun 1995  tentang  Pemasyarakatan,  Peraturan Pemerintah  Nomor  32 Tahun  1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Keputusan Presiden Nomor  174 Tahun 1999, terkait Remisi dan secara khusus terdapat dalam PP NO 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dimana dalam pasal 34 ayat 3 Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berkelakuan baik; dan
b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.
Melihat dari ketentuan yang diatur baik dalam UU nomor 12 tahun 1995 dan Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2006, bahwa tidak ada larangan bagi terpidana korupsi untuk memperoleh remisi…
Titik sentral penolakan penhapusan hak Remisi bagi pelaku Tipikor,Narkotika, dan terorisme setelah mendapatkan putusan PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 022/PUU-III/2005 terkait pengujian Pasal 14 UU NO.12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan dengan menyatakan menolak permohonan pengujian UU atas UUD sehingga berimplikasi pemberian Remisi kembali ke hakikatnya yaitu hak bagi semua narapidana tanpa terkecuali dan Mengutip Menteri Hukum  dan HAM yang menyatakan bahwa  kriteria  pemberian remisi pada narapidana  selama  ini  menggunakan kriteria yang jelas
Penghilangan hak Remisi terhadap terpidana Korupsi,terorisme, dan narkotika atas pertimbangan dalam pasal 28D dan pasal 28 Pasal 28I ayat 2. Narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.
Pengurangan masa pidana (pemberian remisi) yang diberikan Pemerintah (oleh Presiden dan dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) kepada para narapidana, pada dasarnya telah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (sila Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keadilan Sosial) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana atau anak pidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai.
Bahwa pengurangan masa pidana (pemberian remisi) kepada seseorang yang sedang menjalani hukuman atas putusan pengadilan (narapidana) merupakan perwujudan pemenuhan hak narapidana sebagai penghargaan dari negara (Pemerintah) terhadap narapidana yang telah berperilaku baik/positif selama menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu pengurangan masa pidana (pemberian remisi) merupakan norma yang
Bahwa terhadap narapidana yang telah menunjukkan penyesalan atas kesalahan/kekhilafannya, dan menunjukkan ketaatan terhadap hukum, nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, perlu diberikan kesempatan agar Iebih cepat melaksanakan integrasi sosialnya, yaitu dengan cara memberikan pengurangan masa pidana ( pemberian remisi).

Perserikatan  Bangsa Bangsa  (PBB) juga telah  mengeiuarkan  aturan  standar minimum  berupa  United Nations  Standard Minimum  Rules  for  Non-Custodial  Measzwes yang  menegaskan perlunya pejabat yang  wemenang   mempunyai  altematif  tindakan  setelah  pemidanaan  (post sentencing  alternatives)  yang  cukup  has   untuk menghindari  proses institusionalisasi  dan membantu pelaku tindak pidana berintegrasi kembali ke masyarakat. Tindakan itu antara lain meliputi  remisi (remission).
Pemberian remisi bagi narapidana  diusulkan oleh Kalapas. Selanjutnya usulan remisi dari Kalapas  tersebut diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM  melalui  Kepala Kanwil (Kakanwil) Departemen Hukum dan HAM. Dengan kata lain, kewenangan pemberian remisi ada ditangan Menteri Hukum dan HAM. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Menteri dapat mendelegasikan kewenangan pemberian remisi tersebut kepada Kakanwil. Penetapan pembenan remisi akan dilaksanakan dengan  Keputusan  Kakanwilatas  nama  Menteri.  Setelah Kakanwil  mengeluarkan penetapan tersebut, maka wajib menyampaikan  laporan  tentang  penetapan pengurangan  masa pidana itu  kepada  Menteri c.q. Direktur Jenderal Pemasyarakatan.




Di Susun Sebagai bahan untuk debat saat kuliah dulu..dan hasilnya Juara 1. sebagai kubu kontra.
oleh Ulhaq Andyaksa. Agustus 2011

2 komentar:

  1. saya mahasiswa dari Jurusan Hukum
    Artikel yang sangat menarik, bisa buat referensi ni ..
    terimakasih ya infonya :)

    BalasHapus
  2. Alahamdulillah semoga bermanfaat..yaa
    Sukses selalu.

    BalasHapus