Jumat, 06 Januari 2012

Perlindungan Tenaga Kerja Menurut Hukum Administrasi Negara (HAN)

Dalam pergaulan di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya tindakan-tindakan hukum dari subjek hukum itu. Tindakan hukum ini merupakan awal lahirnya hubungan hukum (rechtsbetrekking), yakni interaksi antarsubjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat-akibat hukum. Agar hubungan hukum antarsubjek hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil, dalam arti setiap subjek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum tersebut.[1] Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Di samping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi subjek hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Perlindungan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum.[2] Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum lain. Subjek hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.
Fungsi hukum sebagai instrumen pengatur dan instrumen perlindungan ini, disamping fungsi lainnya sebagaimana akan disebutkan di bawah, diarahkan pada suatu tujuan, yaitu untuk menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum secara harmonis, seimbang, damai dan adil. Ada pula yang mengatakan bahwa “Tujuan Hukum adalah mengatur masyarakat secara damai. Hukum mengkehendaki perdamaian . . . Perdamaian  di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu (baik materiil maupun ideal), kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya”. Tujuan-tujuan hukum itu akan tercapai jika masing-masing subjek hukum mendapatkan hak-haknya secara wajar dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah hukum administrasi negara atau hukum perdata, tergantung dari sifat dan kedudukan pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Telah disebutkan bahwa pemerintah memiliki dua kedudukan hukum, yaitu sebagai wakil dari badan hukum publik (publiek rechtspersoon, public legal entity) dan sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan.
Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum, tindakan tersebut diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan ketika pemerintah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat, tindakan itu diatur dan tunduk pada hukum administrasi negara. Baik tindakan hukum keperdataan maupun publik dari pemerintah dapat menjadi peluang munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-hak warga negara. Oleh karena itu, hukum harus memberikan perlindungan hukum bagi warga negara. F.H. van Der Burg dan kawan-kawan mengatakan bahwa, “Kemungkinan untuk memberikan perlindungan hukum merupakan hal penting ketika pemerintah bermaksud untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu terhadap sesuatu, yang oleh karena tindakan atau kelalaiannya itu melanggar (hak) orang-orang atau kelompok tertentu”.
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan ditetapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum. Namun, seperti yang disebutkan Paulus E. Lotulung, masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum itu diberikan.



[1] Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006 hal.
[2] Sudikno Mertokusumo, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, cet. Ketiga, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hal. 140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar